Mencium Hajar Aswat

Gambar
Bagi sebagian jamaah haji Indonesia, mencium Hajar Aswat (atau Hajar Aswad) adalah suatu hal "wajib" yang biasanya menjadi salah satu cerita yang dijadikan "oleh-oleh" saat pulang ke tanah air. Namun pada saat musim haji yang sangat ramai, hal yang satu ini tergolong sangat sulit dilakukan dan beresiko cukup tinggi. Ini karena padatnya keadaan di sekitar Ka'bah. Ribuan orang ingin melakukan hal yang sama pada saat bersamaan dan tidak ada sistem atau aturan yang mengatur agar proses penciuman berjalan lancar, teratur, aman, dan "adil".

Membayar Dam, Memotong Kambing

Karena memilih metode haji tammatu' (lihat keterangan tentang metode ini dibawah) maka saya dan rombongan diwajibkan membayar dam berupa pemotongan hewan sekelas kambing. Kebetulan ketua rombongan kami mempunyai rekan di Mekkah yang bisa membantu melaksanakan kegiatan ini secara langsung di penjagalan. Bahkan dengan harga yang sudah miring, kami masih diberi bonus jalan-jalan ke Mina, Jabal Tsuur, Jabal Rahmah dan Jabal Nur tempat gua Hira berada.

Berikut proses penjagalan yang kami alami di suatu rumah jagal diluar kota Mekkah yang saya ceritakan melalui foto. Bagi yang tidak kuat melihat darah, disarankan tidak membuka tulisan ini.



Didepan rumah jagal bersama anak-anak kecil Arab Saudi berkulit hitam yang berkeliaran bak "anak pasar miskin" yang sering kita temui di tanah air. Tampaknya mereka ini adalah warga negara, namun heran juga kenapa kok terkesan "keleleran" dan berkeliaran di jam sekolah. Uniknya mereka tidak minta sedekah atau mengemis, mungkin memang mereka tidak butuh uang, namun terus menguntit kami.


Masuk ke bangunan fasilitas penjagalan yang tampak lengang, hanya ada 2 rombongan yang melakukan penjagalan hari itu. Sebagian besar jamaah haji lainnya melakukan pembayaran dam dengan cara lain. Cara yang kami lakukan bukan cara resmi pengelola haji Arab Saudi yang disarankan, namun katanya tetap sah sebagai dam. Harga yang kami harus bayar lebih murah dibanding harga resmi pemerintah Arab Saudi.


Sebagian kambing sedang diturunkan dari pickup yang membawanya. Konon kabarnya kambing yang kami beli ini memang ukurannya kecil, bukan ukuran normal orang lokal jika hendak dam atau untuk dimakan biasa. Pemuda berbaju kuning di latar depan adalah penjagal (tukang potong) kami. Lihat ikat pinggang dan sarung yang dipakainya, serasa seperti gaya orang Madura...


Kambing-kambing yang turun dihitung dulu. Pemeriksaan sangat minimal karena banyaknya jumlah kambing serta singkatnya waktu kami.


"Upacara" penyerahan hewan dan pembacaan doa pembayaran dam secara simbolis bersama rombongan.


Masing-masing jamaah pembayar dam memegang kambing secara simbolis dan berniat. Kemudian menyerahkannya ke para pemuda yang akan mencekal dan memotongnya. Bismillaahu Allahu akbar...


Tanpa banyak ritual, kambing satu per satu dipotong. Karena banyaknya, begitu dipotong langsung ditumpuk bersama puluhan kambing lainnya.


Kambing yang sudah mati kemudian digantung di sebuah conveyor untuk dikuliti.


Ratusan kambing yang telah dikuliti kemudian dijejer dan kemudian siap diproses lanjut.

Hingga disini, kami tidak lagi mengikuti prosesnya. Bahkan untuk siapa kambing dam ini dimakan, kami pun tidak tahu... wallahualam bisawab...

Keterangan dari http://www.wayofmuslim.com/haji/Haji-1.htm
Haji tammatu' ialah melakukan umrah terlebih dahulu pada musim haji, kemudian melaksanakan ibadah haji, kemudian melaksanakan ibadah haji. Bila mengambil cara ini, maka yang bersangkutan diwajibkan membayar dam nusuk (berupa menyembelih seekor kambing, kalau tidak mampu berpuasa 10 hari, yaitu 3 hari di Makkah atau Mina dan 7 hari di Tanah Air), apabila puasa 3 hari di tidak dapat dilaksanakan karena sesuatu hal, maka harus diqadha sesampainya di kampung halaman dengan ketentuan puasa yang tiga hari dengan yang tujuh hari dipisahkan 4 hari.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mesjid Nabawi Nan Eksotis (1)

Mencium Hajar Aswat

Foto Suasana Masjidil Haram (2)